Jaga Pangan Lokal, Dinas Ketahanan Pangan Usul Gerakan 'Sehari Tanpa Nasi'

- Papua60Detik

Kepala Dinas Ketahanan Pangan Mimika, Yulius Koga. Foto; Martha/ Papua60detik
Kepala Dinas Ketahanan Pangan Mimika, Yulius Koga. Foto; Martha/ Papua60detik

Papua60detik - Konsumsi sagu di Timika terus menurun. Seminar akhir penyusunan Neraca Bahan Makanan (NBM) Dinas Ketahanan Pangan Mimika menunjukkan fakta konsumsi sagu jauh lebih rendah dibanding beras. 

Padahal sebagai sumber karbohidrat, sagu tak kalah dari nasi. Jika diimbangi dengan sumber protein lain seperti ikan, telur, atau daging dengan aneka sayuran, cukup memenuhi kebutuhan nutrisi. 

Sayang, masyarakat makin jarang mengonsumsi sagu. Padahal Mimika terutama di wilayah dataran rendah merupakan penghasil sagu.

Kepala Dinas Ketahanan Pangan Mimika, Yulius Koga mengaku, setiap turun ke lapangan selalu menyampaikan agar masyarakat membudayakan konsumsi pangan lokal, sagu contohnya.

"Itu yang kami selalu sampaikan kepada warga bahwa budayakan makanan lokal.  Jangan boros pangan, ajarkan juga anak-anak makan makanan lokal. Jangan kasih nasi terus. Nanti jadi terbiasa. Itu yang biasa kami kampanyekan," kata Yulius Koga saat diwawancarai, Jumat (31/01/2025). 

Dinas Ketahanan Pangan punya rencana, sebuah kampanye, tepatnya gerakan. Judulnya, 'sehari tanpa nasi'. 

Tapi menurut Yulius Koga, gerakan ini masih dalam tahap perencanaan. Katanya, perlu pertimbangan banyak aspek karena menyangkut kebutuhan dasar warga.

"Dalam satu minggu, satu hari itu di rumah-rumah tidak boleh makan nasi. Ibu-Ibu tidak boleh memasak nasi, harus masak makanan lokal, ada keladi, petatas, sagu. Itu pengganti tepung sebenarnya. Daripada kita beli yang di toko lebih baik beli tepung sagu," terang Yulius.

Jika gerakan ini efektif, para petani lokal pun dapat manfaat. Otomatis warga akan membeli pangan lokal dari para petani.

Kata Yulius, banyak yang prihatin dengan petani sagu dan pangan lokal lainnya, tetapi hanya sampai sebatas itu. Faktanya, pangan lokal tak begitu banyak jadi pilihan konsumsi warga.

"Jangan kita mengeluh terus bahwa petani ini, petani itu. Padahal kita yang kurang memberi perhatian. Kita tidak belanja mereka punya hasil. Bagaimana mereka semangat berkebun kalau tidak ada yang membeli hasilnya? Makanya, kita yang harus bantu dan kasih semangat mereka untuk berkebun terus dan pangan lokal ini tidak mati," kata Yulius. 

Soal menjaga pangan lokal, sepertinya program pemerintah tak ke sana. Alasan dapat arahan Kementerian Pertanian, Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Mimika menargetkan penanaman padi gogo di lahan kering seluas 148 hektar yang tersebar di sejumlah distrik. 

Ya, padi, bukan sagu, petatas atau keladi. Padahal konsep ketahanan pangan seharusnya bertumpu pada pangan lokal.

Menanggapi hal tersebut, Yulius Kago tidak berkomentar banyak. Ia hanya mengatakan kalau daerah Mimika ini tanahnya lebih cocok untuk tanaman sagu dan pangan lokal lainnya.

"Kalau macam di daerah Mimika ini yang jelas tanahnya untuk sagu. Tetapi untuk padi saya tidak tahu bisa tumbuh atau tidak. Kalaupun mereka mau tanam padi, ya kita sebagai orang yang tinggal di Papua tetap pangan lokal harus kita angkat," pungkasnya. (Martha)




Bagikan :